
Wasiatriau.com ( Nusantara ) Sudah 79 tahun Indonesia merdeka, namun ternyata masih ada suku Primitif yaitu suku Togutil yang hidup di pedalaman tanah Papua.
Dikampung suku Togutil tidak ada akses jalan yang dibangun pemerintah setempat tidak ada penerangan listrik, tidak ada instalasi air bersih, tidak ada jaringan komunikasi. Tidak ada akses dengan orang luar.
Kehidupan mereka memang Primitif lebih Primitif dari suku Asmat dan suku Primitif lainnya yang ada di Indonesia.
Menurut cerita kakak pembina Herman, suku Togutil hidup di pedalaman, nomaden dan hidup berkelompok namun tidak ada kepala suku.
Mereka ini sudah ada sebelum Indonesia merdeka, yang menariknya kulit mereka tidak hitam seperti suku yang ada di Papua dan Ambon, wajah mereka seperti dari timur tengah, arab, namun menurut sejarah mereka berasal dari Portugis, nanti akan diteliti DNA mereka.
Mereka tidak tahu tahun kapan lahirnya, cuma ketika ditanya berapa usia mereka, lalu mereka akan menunjukkan sebuah pohon. Pasalnya adat kebiasaan mereka, ketika lahir anak, mereka akan menanam pohon, jadi usia mereka sama persis usia pohon yang ditanam.
Mereka sangat menghormati pohon, tidak boleh ada yang merusak pohon, berpaham animisme.
Yang anehnya kebiasaan mereka ketika melahirkan anak, melahirkan di dalam sungai, dalam posisi jongkok, ketika telah melahirkan, mereka lihat bayi yang baru lahir, jika normal mereka ambil, tetapi jika lahirnya cacat langsung di buang ke dalam sungai.
Heman menyebut sekarang sudah ada dibangun rumah sebanyak 30 rumah, dan mereka sudah dibina masuk Islam. Malah sudah ada yang hafal Al Qur’an sebanyak dua jus Al Qur’an.
Jarak tempuh perjalanan dari Jakarta sampai ke kampung suku Togutil sekitar 10 sampai 12 hari perjalanan
Mereka sudah mengerti bahasa Indonesia dan kelompok penggiat suku Primitif akan datang kembali ke kampung suku Togutil tersebut.
Sekarang mereka sudah banyak yang memeluk agama Islam.
jumlah mereka diperkirakan tidak lebih 800 jiwa, mereka nomaden, hidup berkelompok namun mereka tidak memiliki kepala suku. Demikian ucap Herman kakak pembina ( aba )
