
Wasiatriau.com ( Pekanbaru ) Terkait dengan pilkada serentak tahun 2024, PJ Gubernur Riau, Rahman Hadi menegaskan kepada seluruh Bupati dan Walikota yang mencalonkan diri kembali pada Pilkada 2024, dilarang menggunakan fasilitas negara selama masa kampanye.
Pelarangan menggunakan fasilitas negara bagi Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota yang ikut kembali sebagai kandidat pilkada serentak tahun 2024 yang sudah mengajukan masa cuti.
Menurut PJ Gubernur Riau, mulai berlaku tanggal 23 September 2024.
Selama cuti kampanye, lebih kurang dua bulan, mereka tidak boleh memanfaatkan fasilitas negara dan tidak dibiayai negara,” ujaran Rahman Hadi dilansir tribunpekanbaru.com, Minggu (15/9/2024).
Dikutip rilis AmiraRiau.com – Pj Gubernur Riau, Rahman Hadi menegaskan, seluruh bupati dan walikota yang mencalonkan diri kembali pada Pilkada serentak 2024 dilarang menggunakan fasilitas negara selama masa kampanyekan.
Hal ini akan berlaku mulai 23 September 2024, saat mereka resmi mengambil cuti di luar tanggungan negara, sekitar dua bulan.
“Selama cuti kampanye, lebih kurang dua bulan, mereka tidak boleh memanfaatkan fasilitas negara dan tidak dibiayai negara,” ujaran Rahman Hadi dilansir tribunpekanbaru.com, Minggu (15/9/2024)
Rahman Hadi mengingatkan, selama periode cuti, tidak hanya fasilitas negara yang tidak boleh digunakan, tetapi juga bupati dan walikota tidak akan menerima gaji dan tunjangan.
“Iya, semua, jadi yang terkait dengan gaji, tunjangan, fasilitas itu tidak bisa dipergunakan,” tambahnya.
Diketahui, sebanyak delapan bupati dan walikota di Riau dipastikan maju dalam Pilkada serentak 2024. Mereka termasuk Bupati Kuansing Suhardiman Amby, Bupati Bengkalis Kasmarni, Bupati Pelalawan Zukri Misran dan Bupati Siak Alfedri.
Selain itu, Bupati Kepulauan Meranti Asmar, Walikota Dumai Paisal, Bupati Inhu Rezita dan Bupati Rohil Afrizal Sintong juga akan ikut berlaga. ( Dikutip dari rilis berita AmiraRiau.com ).
Berdasarkan informasi yang dirangkum dari berbagai sumber, pada pilpres, pileg tahun 2024, diduga sejumlah bupati dan Walikota mengarahkan pejabat bawahan untuk memilih calon tertentu, terutama kepada PJ kepala Desa, sebagai contoh, seorang caleg kabupaten kota, dengan wilayah dapil dan jumlah pemilih terbatas, memperoleh suara signifikan, melebihi dari target kewajaran, berbeda jauh dari pada rata rata perolehan suara caleg terpilih lainya, sementara caleg tersebut tidak pernah bertatap muka dengan warga di lingkungan TPS, malah masyarakat yang memilih juga tidak pernah kenal orangnya, tau tahunya suaranya melebihi dari suara caleg yang dikenal warga ketokohannya.
Tidak dipungkiri lagi, pelanggaran pemilu yang terjadi didepan mata, namun hal itu sudah dianggap sesuatu hal yang biasa biasa saja.
Dikhawatirkan hal yang sama akan terjadi lagi pada pilkada serentak tahun 2024 ini, karena mereka sudah terlatih dan berhasil melakukan pelanggan Pemilu dilakukan secara massif dan sistematis.
Petahana yang sudah masuk masa cuti, bukan tidak mungkin akan melakukan penggiringan kepada para pejabat publik untuk mengerahkan suara pemilih kepada salah satu calon dan khususnya memilih petahana itu sendiri.
Begitu juga penyelenggara pemilu, seperti KPUD dan Bawaslu, harus konsisten dan transparan dan serta bertanggung jawab, sesuai dengan tupoksinya masing masing, terutama pada Bawaslu sebagai pelaksana pengawasan proses pesta demokrasi ini. Jangan sampai Bawaslu ikut bermain di belakang layar atau tutup mata apabila ada temuan dan atau pengaduan pelanggaran kampanye. Karena yang akan dipilih adalah kepala daerah, sebagai calon pemimpin di daerah, jangan sampa merugikan suara calon pemimpin yang dipilih rakyat, hal itu secara tidak langsung merusak sistem demokrasi yang telah disepakati bersama.
Pemerintah mensosialisasikan Pemilu damai, tujuannya agar peserta demokrasi dapat berjalan aman, lancar, jujur dan adil, sehingga terwujud situasi yang kondusif, namun tidak kalah pentingnya institusi penyelenggara pemilu harus netral begitu juga instansi terkait lainnya, serta peserta pemilu berkewajiban memberikan edukasi politik yang benar kepada masyarakat pemilih, bukan diimingi iming dengan duit, ” mani Piro”, apalagi diintimidasi.
Peserta pemilu, terutama kandidat harus memiliki gagasan yang baik demi untuk kesejahteraan masyarakat dan kemajuan daerah yang bakal dipimpin. Bukan omong kosong ( omdo )red. ( Aba )
